Pada titik terendah kelemahan hati, Nia kembali menyeka air mata yang terus menetes membasahi pipinya yang merah. Nia sadar bahwa hakikat pertemanan bukan perihal hubungan timbal balik. Hanya saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, itu saja.
Luka yang menyentuh hati kecilnya terasa lama sekali. Nia larut dalam tangis tanpa sadar bahwa Allah telah mengirimkan rezeki berupa sahabat sholeha. Aya, dan Rena namanya.
Penampilan ketiga sahabat itu sangat bertolak belakang. Namun hati mereka satu. Saling memberi, saling menguatkan, saling melengkapi dan yang terpenting adalah saling mencintai.
Barangkali Nia yang lebih dulu mengakrabi islam, namun Aya dan Rena tak pernah merasa bahwa Nia mengguruinya.
Demi Allah, aku iri dengan orang orang yang saling mencintai karena Allah.
🐣🐣
Dalam dekapan ukhuwah, mereka berjuang menjadi pengemban dakwah. Melukis jejak menjadi penyampai risalah.
Suatu hari, ketika kelas lengang dari kebisingan. Aya mengajak Nia yang sedang sibuk dengan tugasnya ke masjid. Sedangkan Rena sudah menggandeng tangan Aya. Namun Aya hanya melempar senyum tanpa menggenggam tangan Nia. Nia hanya mengangguk ta'dzim meng iyakan.
Nia berjalan dibelakang Aya dan Rena.
Lambat sekali. Seolah berat menapakkan kaki diatas bumi.
"Niaa..." sapa seorang laki laki berbadan tirus. Nia menggangguk membalas.
Sepanjang jalan menuju masjid Nia terus disapa oleh orang orang yang ditemuinya. Nia, wanita yang ramah juga pengurus inti organisasi sekolah, memang dikenal hampir di setiap penjuru kelas. Gayanya yang gaul namun tetap syari membuat banyak orang simpati. Kata kata yang menginspirasi membuat Nia banyak disukai, termasuk laki laki.
Terik matahari mengiringi jalan Nia, Aya dan Rena. Mereka berjalan berdampingan. Sesekali Nia menggoda Aya dan Rena. Tiba tiba keadaan menjadi lengang.
"Ren. Aku mau tanya deh." Nia menghentikan langkahnya.
"Kenapa ya ujian aku selalu laki laki.." sambungnya.
"Maksudnya Ni? " Rena balik bertanya.
"Iyaa, satu laki laki selesai dateng lagi satu. Fasenya selalu begitu. Aku capek Ren." Nia melanjutkan langkahnya.
"Oh, mungkin itu balesan buat kamu Ni. Kamu kan suka gangguin laki laki." Rena berlalu mendahului Nia.
Nia terdiam. Matanya terbelalak menatap langit. Hatinya patah, semangatnya melemah. Di sisi lain Aya juga berlalu meninggalkan Nia. Tanpa berkata apa apa.
🐣🐣
Setelah percakapan singkat itu Nia menjadi lebih banyak diam. Patah hati sebab perkataan Rena mungkin akan segera sembuh, namun rasa tak lagi sama seperti dulu. Nia mulai mengerti apa yang dinamakan menasihati namun tidak menyakiti.
Perjalanan hijrah Nia memang tak pernah usai. Bahkan bukan sebatas ujian istiqomah, namun juga pertemanan. Hari ini Nia begitu lemah. Tak ada yang peduli dengan keadaanya. Nia mengurung diri, berbicara sebatas keperluan saja.
Nia ingat syair dari kak Salim A.Fillah.
ya, kubaca lagi firman-Nya, “sungguh tiap mukmin bersaudara”
aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan
karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping
kubaca firman persaudaraan, Akhi sayang
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan;
“para kekasih pada hari itu menjadi musuh sebagian yang lain…
Kecuali orang-orang yang bertaqwa”
Nia terdiam. Memang benar, mungkin iman nya lah yang sedang sakit. Iman nyalah yang sedang compang camping. Nia tak mau menyalahkan Rena, Rena tak salah,imannyalah yang sedang sakit.
Bahwa benar pula nasihat Rena bak bara api yang membakar hati Nia. Bahwa kebaikan Rena justru melukai Nia. Maka Nia kembali memaafkan diri, hati Nia sedang sakit.
🐣🐣
Nia mencoba menenangkan diri. Muhasabah kesalahan diri. Merendah, memohon ampunan kepada Sang Khalik Pembolak balik hati.
Namun suasana siang menjelang sore itu tak begitu baik. Suasana kelas makin bising dengan celotehan teman teman Nia. Meskipun begitu air mata Nia masih terus berjatuhan dipipi. Tanpa berfikir panjang Nia merapihkan buku buku yang berserakan di atas meja dan berlalu meninggalkan kelas.
Tak banyak yang Nia minta kepada Allah selain permohonan maaf sebab imannya yang sakit. Baginya yang terbaik adalah segera bersujud memohon ampun kepada Allah. Akhirnya Nia sholat dua rakaat, Nia panjangkan sujudnya. Nia ceritakan semuanya kepada Allah. Isak tangisnya terdengar jelas dari balik tabir Nia sholat. Kulihat, sesekali Nia menyeka air matanya, dan lagi di rakaat kedua Nia memanjangkan sujudnya. Kali ini sangat panjang.
Dalam keadaan terlemah, Nia mempertemukan dua tangan yang saling menengadah memohon pada Rabbnya.
"Tasma'uni yaa Rabbah.."
"Dengarkan aku ya Allah .."
"Penuhi hatiku dengan cintaMu
Cukupkan aku denganMu"
Pintanya begitu lirih.
Hari ini, kusaksikan Nia begitu lemah. Tak seperti kemarin, gigi gingsul dan lesung pipinya selalu terlihat. Kemarin, Nia begitu bahagia.
🐣🐣
Beberapa menit kemudian terdengar langkah kaki para siswi berbondong bondong memasuki masjid. Nia lelah, rasa kantuk menghampirinya. Nia hampir tertidur. Akhirnya Nia kembali mengambil air wudhu.
"Allahu akbar Allahu akbar..."
tiba tiba terdengar suara adzan yang membawa Nia larut dalam kebesaran Rabbnya. Kesedihannya melebur, cintanya memuncak. Harapannya kembali hadir, bahwa memang Allah rindu dengan tangisan Nia. Allah rindu dengan panjangnya sujud Nia. Allah rindu keluh kesah Nia. Allah rindu segalanya dari Nia.
Bahwa ketika Nia terpuruk, bukan orang lain yang membuatnya bangkit. Namun diri Nia sendiri.
Iqamah berkumandang tanda sholat akan segera di mulai. Lagi lagi hari ini, Nia sholat di shaf ke tiga. Nia tak ingin sholat disamping Rena dan Aya. Meski patah hati Nia sudah sembuh, namun masih belum bisa melupakan perkataan baik Rena. Rena memandang kosong Nia yang tak mau sholat disampingnya.
... bersambung ...
Duaaarrrr!! Heheh,
Kepoin kisah selanjutnya ya 😁😂
#BSH_part12345678910